Jipeng, Perkawinan Seni Eropa Dan Sunda

Jipeng atau Tanji Topeng merupakan kesenian khas yang hanya ada di Wilayah Kesatuan Adat banten Kidul atau yang kita kenal dengan Kasepuhan.

Salah satunya yang masih bertahan dapat ditemukan di Kasepuhan Sinarresmi yang berada di Desa Sinarresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi.

Meski demikian kesenian yang memadukan orkes tiup alat musik modern (eropa) dan sandiwara ini sudah jarang ditampilkan secara utuh, penampilan tanji umumnya hanya menyisakan tampilan lagu lagu saja sesekali diiringi tarian, padahal ada bagian yang sangat penting dalam pertunjukan jipeng tersebut yaitu drama atau sandiwara yang menghibur serta sarat pesan moral dan ajaran leluhur didalam pertunjukannya.


Dan rupanya inilah awal muasal nama topeng disematkan dalam pertunjukan Tanji Hingga Jipeng bisa juga diartikan pesan moral atau ajaran leluhur yang disamarkan (ditopengkeun) dalam pertunjukan Tanji.

Tidak dipungkiri Jipeng memang seni perpaduan antara budaya eropa dan sunda, menurut Pimpinan Kasepuhan Sinarresmi, Abah Asep Nugraha, jipeng diperkenalkan kepada masyarakat kasepuhan kurang lebih pada pertengahan abad 18," sebelumnya kesenian ini hanya bernama Tanji, asalnya dari Batavia atau Jakarta, saat ada kekacauan di Batavia, sejumlah utusan datang ke kasepuhan dan menitipkan alat musik Tanji berupa terompet, trhombone, klarinet dan tambur, saat itu kasepuhan dipimpin oleh Kakek Buyut saya dan masih berada diwilayah Bogor,"  tutur Abah Asep saat coba mengingat sejarah kesenian Jipeng. Lalu oleh masyarakat kasepuhan, seni pertunjukan tersebut lalu dikembangkan dan disesuaikan dengan seni dan kebudayaan yang ada.

Dalam perkembangannya Tanji tidak hanya sebatas musik, seniman seniman kasepuhan saat itu memasukan juga unsur drama, dengan humor atau bodoran sebagai bumbunya, namun yang paling penting dibalik itu ialah pesan moral dan ajaran karuhun yang dibungkus oleh lakon (cerita) yang dibawakan," dari situlah istilah ditopengkeun muncul, hingga Tanji tidak lagi menjadi seni hiburan semata, tapi telah menjadi seni yang memiliki arti lebih sebagai penyampai pesan," ujar Abah.

Dalam pertunjukan aslinya Jipeng bisa dipentaskan semalam suntuk," waktu Abah kecil tak jarang pertunjukan Jipeng itu sampai matahari terbit, kadang kita menontonya sambil sedikit kawatir karena kita tetap harus pergi sekolah, namun enggan sedikitpun kehilangan setiap momen dalam pertunjukan Jipeng," ungkap Abah sambil mengingat masa kecilnya.

Abah melanjutkan, kondisi saat itu tentu sangat jauh berbeda dengan sekarang dimana kesenian tradisi kalah bersaing dan telah ditinggalkan masyarakat pemiliknya sendiri, "perlu ada langkah strategis untuk bisa menyelamatkan kesenian ini, salah satunya adalah dengan merubah kemasan dimana Jipeng tidak perlu lagi tampil semalam suntuk, cukup beberapa jam namun tidak kehilangan nilai sejatinya sebagai media seni hiburan dan juga penyampai pesan dan ajaran karuhun." pungkasnya

*sesi wawancara dilakukan pada saat acara revitalisasi seni jipeng di kasepuhan sinarresmi tahun 2017.

Comments

Popular posts from this blog

Intoleransi Mimpi Buruk Bagi Bangsa Yang Majemuk

Man Jasad, Bangsa Kita Tak Lagi Mengenal Jati Dirinya

KARASUKAN, Dalam Catatan Jurnal Budaya #bedebah