Keun Dae /keun wae ( biarkan )
Merupakan garapan music terlama yang pernah karasukan_ buat,
meskipun pada awalnya lagu tersebut diperuntukan bagi Gong Won Su Young Park seorang
penari kontemporer asal Korea Selatan
(Korsel) namun karasukan_ berencana untuk mematenkan lagu tersebut sebagai bagian
dari koleksi lagunya dengan judul yang yang sama.
Gadis Korsel tersebut menari selama 20 menit, melintas di
semacam JPO, meniti jalan turun, melintas jalan, menyibak semak dan bunga,
bergelinyang gelisah di bawah jembatan, menatap sungai, menyebrangi jalan lalu
perlahandengan tenang kembali meniti Jembatan Penyebrangan Orang (JPO). Itulah
yang terjadi pada lagu Keun Dae, persiapan pengggarapan lebih banyak
mengedepankan diskusi daripada latihan, mengingat cara kami bermusik memang
lebih ke arah spontanitas dan ekspresi rasa dari sensasi yang diterima (umpan
balik hayati), meski demikian hasilnya dirasa sangat maksimal meski pada saaat sesi rekaman tak sedikit
saya mengacaukan tempo yang sedang dibangun.
Menerjemahkan tarian Wun Gong seperti menterjemahkan kehidupan itu sendiri, tentu saja ini hanya merupakan interpretasi saya pribadi, entahlah dengan teman-teman yang lain, tentu mereka berhak mempunyai interpretasi berbeda. Bagi saya tarian tersebut menggambarkan daur kehidupan,”dari tiada kembali hampa,” dengan segala kompleksitas hidup didalamnya. Serumit atau semudah apapun kehidupan dijalani ia akan menuju kembali kepada kehampaan, seperti kehidupan itu sendiri bermula.
Di pertengahan lagu secara berulang dan bersahutan kami
memasukan kalimat “jaleuleuja,” sebuah idiom Sunda yang sukar untuk diartikan,
namun biasa digunakan saat memanggil kawan-kawan untuk berkumpul, ini sebagai
penggambaran harmonisnya kehidupan yang juga penuh permasalahan, konflik,
hingga sarat dengan perasaan-perasaan individual, seperti marah, bahagia dan sepi
yang anehnya bisa dirasakan oleh siapa saja dan dimana saja meskipun kita ada
dalam keramaian, mungkin ini hakikat dari kelahiran kita sebagai manusia yang
secara sendiri sendiri hadir ke dunia ini.
Dilanjutkan haleuang Iyan yang lirih namun perlahan riuh secara
samar namun kemudian tegas terdengar kata,”keun dae,” yang jika diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia yang berarti biarkan, atau saya lebih senang mengartikannya
dengan kata “biarkan saja.”
Haleuang Keun Dae bukan tanpa arti, di momen ini Iyan coba
mengekspresikan kepasrahan secara total atas kehidupan yang sudah digariskan,
Iyan memilih hidup haruslah terus mengalir seperti sungai yang sedang berusa
mencapai muara agar bias bertemu dengan samudera luas, seperti kita yang kelak
bertemu dengan Hyang Pemilik Hidup. Saat itu terjadi, musik yang semula riuh
perlahan melambat semakin samar menjauh dan hilang.
Drd, 27 Juli 2020
Comments
Post a Comment